Ini sih sebenernya postingan super duper telat banget dah! Acaranya sendiri sudah berlangsung di bulan Oktober dalam menyambut English Festival di sekolah. Tapi berhubung hari ini saya lagi tewas di rumah, dan tidur melulu gara-gara minum obat herbal dan nenggak Panadol, sekarang malah jadi agak semangat buat berbagi cerita. Apalagi pas
Jeng Meta kemarin nanya ide buat dekorasi kelas, jadinya saya pikir, eh kali aja berguna yak buat di share ke temen-temen.
Saat itu di seluruh kelas secondary diumumkan, kalau bakalan ada lomba dekorasi kelas yang temanya harus sesuai dengan buku literatur! Wadoh! Saya sendiri berhubung tidak terlalu akrab dengan literatur bahasa Inggris, memberikan kebebasan ke murid yang saya walikan di kelas 7 untuk memilih sendiri tema tersebut. Jadi dengan brainstorming selama 5 menit (beneran 5 menit, kagak boong), akhirnya terpilihlah tema "ALICE IN WONDERLAND"! Idenya murni dari anak-anak, dan (kampretnya) modalnya juga dari anak-anak, alias nggak disponsorin oleh sekolah. Jadi kita harus putar otak, gimana caranya supaya kita bisa mendapatkan hasil yang memuaskan dengan biaya yang semurah-murahnya, tapi temanya dapet.
Murid-murid saya tadinya hampir putus asa karena menurut mereka, sulit dengan modal seadanya, mereka bisa membuat karya yang bagus. Apalagi mereka melihat kakak-kakak kelasnya lumayan keluar modal banyak, bahkan (gossipnya) ada yang sampai keluar di atas 1 juta rupiah untuk membeli properti. Sementara di kelas kami, saya tidak mau anak-anak sampai membebankan orang tua mereka untuk mengeluarkan uang banyak, jadi kami berusaha memakai uang kas yang kami miliki yang jumlahnya 300 ribuan saja, ditambah dengan sumbangan dari beberapa anak. Dan ternyata dengan modal sederhana.... kami bisa menghasilkan seperti ini loh!
![]() |
Pintu kelas yang dilapis karton sewarna dinding kelas, rumput dari kertas krep, cetakan judul dan hiasan kartu (serta kelinci yang lagi nyelip) |
![]() |
Balon-balon, jamur dari karton, rumput dari kertas krep, dan lantai hitam putih yang kami buat dari karton hitam |
![]() |
Print besar Alice in Wonderland, lengkap dengan kartu-kartu tersebar di kelas |
Prinsip "do it yourself" tanpa buang uang untuk membeli kostum ini juga saya terapkan ke anak-anak. Kalau seandainya mereka harus beli, belilah properti yang mendukung saja, tidak perlu beli kostum khusus. Walaupun sederhana, saya bangga sama kreatifitas mereka. Kelas kita ini satu-satunya kelas yang seluruh muridnya memakai kostum bertemakan Alice in Wonderland, sementara kelas lain, anak-anaknya bebas pakai kostum apapun. Lumayan kan?
![]() |
Murid-murid saya sedang story-telling. |
Ada Card Soldiers (yang bajunya dibikin dari papan fiber), ada Jabberwocky (yang sayapnya dibikin dari kardus hitam), ada Catshire Cat (yang pakai bando dan bajunya dilapis pita-pita ungu), ada Rabbit (yang bikin bando sendiri dari kawat), ada Knave of Hearts (yang bikin steel jacket dari kertas perak yang dipotong-potong dan tempel2), ada Red Queen (yang bikin mahkota dari kertas kilap), ada Mathatter (yang bikin tongkat dari gagang sapu), ada Alice (yang demi sepatu biru, melapisi kakinya pakai double tape dan ngelibetin pita biru), dan ada White Queen (satu-satunya yang beli wig untuk mendukung penampilan). Saya sendiri lebih menghargai yang seperti ini, dibandingkan dengan penampilan keren tapi tinggal beli kostum jadi.
Lalu, gurunya pake baju apaan dong? Tadinya, para guru di
encourage untuk beli kostum karakter literatur, dan sudah dikasih tau toko untuk beli kostumnya. Harganya di kisaran 300-400 ribu. Rata-rata guru males juga sih beli kostum, dan akhirnya pada pakai yang ada di rumah, kebanyakan jadi tokoh Indonesia (misalnya Bang Jampang, atau Nyai Dasima, atau apa saja deh yang pakai kebaya dan sarung, atau pakai jas hahahaha). Tapi berhubung saya ingin sekali turut mensupport kelas saya, saya juga mau bikin kostum dong! Kan gurunya harus jadi teladan untuk kreatifitas hihi (gaya lo! sok jadi teladan). Akhirnya saya memutuskan untuk jadi Humpty Dumpty.
Dalam karya sastra aslinya, Humpty Dumpty ini duduk di atas dinding bata. Dialah yang memberikan teka-teki dalam bentuk puisi yang judulnya "Jabberwocky". Nah, karena terlalu suram, tokoh ini dihilangkan dari versi film Disneynya. Tapi kan ini English Literature week toh? Bukan Disney week? Dan ide buat jadi Humpty Dumpty ini benernya dateng dari Meta pas lagi ngobrol di WA. Tapi pelaksanaannya gimana? Karena saya (sok) kreatif, inilah langkah-langkah pembuatan kostum Humpty Dumpty ala Leony.
![]() |
Saya beli 2 fiber board warna merah, dan 1 fiber board warna putih. Yang merah itu saya kasih spidol permanen warna hitam dan dibentuk seperti bata, lalu yang putih itu saya bagi dua lalu bentuk seperti telur. |
![]() |
Untuk si telur, saya warnai dengan spidol permanen. Modalnya cuma tiga warna. Hitam, merah dan biru. Lalu saya ambil lengging punya Abby untuk kakinya si Humpty. |
![]() |
Leggingnya diisi dengan kertas koran, lalu saya kasih sepatu kets Abby. |
![]() |
Saya juga membuat topi, lagi-lagi cuma modal sisa potongan fiber dan spidol permanen. Dan saya juga warnai bagian blakang si Humpty. |
Jadi bagaimana hasilnyaaaaa?
![]() |
Ini lohhhh...kostum saya! hahahaha... Ini pas saya test drive aja sih, yang motoin si ipar yang kebetulan lagi mampir ke rumah. Besoknya saya pakai baju hitam-hitam. |
Modalnya itu, nggak sampai 70 ribu loh! Udah gitu, spidolnya masih bisa dipakai lagi. Dan tali hitamnya itu juga masih sisa banyak banget.
Nah, jadi saat lomba itu.... kan diadu antara tujuh kelas ya. Ternyata, dengan modal minimalis, kelas saya dapet juara 3! Dan jujur saja, dengan modal segitu, mestinya bisa kali dapet juara 1 hahahaha...
*ini kan kata wali kelasnya, yang pastilah subjektif wahahahah* Anak-anak tadinya malah ngerasa mereka memang
deserve jadi juara 1, karena yang juara 1-nya memang sudah nyolong start dari awal semester, dan juara 2-nya modalnya besar banget. Tapi mereka cukup senang karena mereka yang tadinya sudah putus asa, ternyata masih bisa membawa hasil yang memuaskan. Menang itu memang penting, tapi bukan segalanya. Proses ini membuat kelas kita semakin kompak, dan saya bisa melihat semangat kebersamaan anak-anak di dalamnya.
Oke, demikianlah tutorial sok kreatif dari bu guru abal-abal di tahun pertamanya mengajar. Semoga berguna!
PS: berhubung ada yang nanya kenapa kaki Bu Guru keliatan kayak abis digigit drakula gitu, nih jawabannya. Itu karena pas lagi ngajar di kelas 12, kaki Bu Guru digigit beberapa ekor semut api yang bersarang di tembok, sampai kakinya bengkak, dan akhirnya meletus berair huks. Tragedi di awal tahun pelajaran, tapi bekasnya nggak hilang-hilang.